Jawa Pos, Jumat 03 April 2015
BISNIS ONLINE DALAM PERSPEKTIF
ISLAM
(Sistem Drop-Shipping Rentan Haram,
Bisa Jadi Halal)
Bisnis
online menjamur dengan cepat. Kini, siapa saja bisa menjadi pedagang karena
tidak ada kewajiban lagi punya toko fisik. Termasuk soal stok barang, tidak
harus kulakan karena ada supplier yang siap mengirim barang atas nama tiap-tiap
toko. Sistem itu dikenal dengan nama drop-shipping.
Gara-gara
tren tersebut, modal menjadi pengusaha ditekan gila-gilaan. Bahkan, cukup
bermodal ponsel dengan kuota internet yang mencukupi untuk mengiklankan barang
dagangan. Namun, hukum islam dalam berdagang harus dijadikan rambu supaya usaha
tetap berkah.
Prinsip
sistem drop-shipping hampir mirip
dengan makelar atau perantara. Dimana sang perantara hanya menjembatani
transaksi antara pembeli dan penjual drop-shipper
(sebutan pelaku) bisa mengambil untung dari jasa menjadi perantara tersebut.
Menurut sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni’am Soleh, tidak semua sistem drop-shipping diharamkan.
Dia
menuturkan, jika ada akad jual beli yang jelas antara pemilik barang dan drop-shipper, pola tersebut tidak
diharamkan. “yang boleh itu, si calon penjual menggunakan akad perwakilan
sehingga dia menggunakan jasa fungsi perwakilan untuk kepentingan penjualan.
Istilahnya, drop-shipper ini
pemasarnya.” Katanya, Rabu (25/3).
Dia
menambahkan, komitmen antara penjual dan drop-shipper
harus jelas, yaitu penjual mengetahui ketersediaan barang yang
diperjualbelikan. Termasuk, mengetahui detail produk tersebut. Dengan begitu, drop-shipper bisa memastikan bahwa
barang di tangan pembeli nanti sesuai dengan yang diharapkan.
Drop-shipping bisa menjadi haram kalau tidak dilakukan dengan
akad jual-beli yang jelas. Dengan kata lain, drop-shipper asal menjual barang milik orang lain tanpa ada
perjanjian bahwa pihaknya mewakili penjual. “yang nggak boleh, dia menjual
barang yang bukan punya dia, tapi diakui miliknya.” Tuturnya.
Senada,
Dosen fakultas ekonomi dan bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Anwar Abbas
menekankan pentingnya akad dengan supplier. Sebab, bisnis menggunakan pola drop-shipping rentan menjadi haram.
Alasannya barang tidak dimiliki penjual. “dalam Islam, dilarang berjual beli
barang yang belum dikuasai.” ujarnya.
Penguasaan
menjadi penting karena penjual tahu tentang apa yang akan diterima pembeli.
Jadi, tidak ada unsur spekulasi dan objek yang dijual terukur. Dia lantas
mencontohkan seorang pengusaha ikan. Haram hukumnya menjual ikan yang masih ada
di dalam tambak. “kecuali, setelah ditangkap, ditimbang, baru dijual.” Urainya.
Nah,
kesepakatan itulah yang membuat drop-shipping
tidak melanggar hukum islam. Bahwa si penjual adalah wakil dari supplier dan sepakat untuk menyediakan
barang ketika diminta. Soal pengirim yang menggunakan nama penjual, itu tidak
jadi masalah. “itu soal teknis, yang penting ada perjanjian antara produsen dan
wakilnya.itu bisa milik wakil.” Terangnya.
Dia
menambahkan, meski teknologi berkembang cepat, hukum islam tetap relevan untuk
digunakan. Jadi, pengusaha muslim tetap harus patuh supaya bisnisnya tidak
cacat secara islam. Keberadaan perantara disebutnya membantu asal tidak
dilakukan dengan cara yang salah. “perantara harus menjunjung tinggi nilai
berdagang. Tidak boleh berbohong, menipu, atau kegiatan tercela lainnya,”
tuturnya.