Games

Jumat, 17 April 2015

Hukum Islam mengenai Bisnis Online - Sistem Drop-Shipping dalam Islam - Bisnis Online dalam Islam - Bisnis Online dalam Perspektif Hukum Islam

Jawa Pos, Jumat 03 April 2015


BISNIS ONLINE DALAM PERSPEKTIF ISLAM
(Sistem Drop-Shipping Rentan Haram, Bisa Jadi Halal)

Bisnis online menjamur dengan cepat. Kini, siapa saja bisa menjadi pedagang karena tidak ada kewajiban lagi punya toko fisik. Termasuk soal stok barang, tidak harus kulakan karena ada supplier yang siap mengirim barang atas nama tiap-tiap toko. Sistem itu dikenal dengan nama drop-shipping.

Gara-gara tren tersebut, modal menjadi pengusaha ditekan gila-gilaan. Bahkan, cukup bermodal ponsel dengan kuota internet yang mencukupi untuk mengiklankan barang dagangan. Namun, hukum islam dalam berdagang harus dijadikan rambu supaya usaha tetap berkah.

Prinsip sistem drop-shipping hampir mirip dengan makelar atau perantara. Dimana sang perantara hanya menjembatani transaksi antara pembeli dan penjual drop-shipper (sebutan pelaku) bisa mengambil untung dari jasa menjadi perantara tersebut. Menurut sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni’am Soleh, tidak semua sistem drop-shipping diharamkan.

Dia menuturkan, jika ada akad jual beli yang jelas antara pemilik barang dan drop-shipper, pola tersebut tidak diharamkan. “yang boleh itu, si calon penjual menggunakan akad perwakilan sehingga dia menggunakan jasa fungsi perwakilan untuk kepentingan penjualan. Istilahnya, drop-shipper ini pemasarnya.” Katanya, Rabu (25/3).

Dia menambahkan, komitmen antara penjual dan drop-shipper harus jelas, yaitu penjual mengetahui ketersediaan barang yang diperjualbelikan. Termasuk, mengetahui detail produk tersebut. Dengan begitu, drop-shipper bisa memastikan bahwa barang di tangan pembeli nanti sesuai dengan yang diharapkan.

Drop-shipping bisa menjadi haram kalau tidak dilakukan dengan akad jual-beli yang jelas. Dengan kata lain, drop-shipper asal menjual barang milik orang lain tanpa ada perjanjian bahwa pihaknya mewakili penjual. “yang nggak boleh, dia menjual barang yang bukan punya dia, tapi diakui miliknya.” Tuturnya.

Senada, Dosen fakultas ekonomi dan bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Anwar Abbas menekankan pentingnya akad dengan supplier. Sebab, bisnis menggunakan pola drop-shipping rentan menjadi haram. Alasannya barang tidak dimiliki penjual. “dalam Islam, dilarang berjual beli barang yang belum dikuasai.” ujarnya.

Penguasaan menjadi penting karena penjual tahu tentang apa yang akan diterima pembeli. Jadi, tidak ada unsur spekulasi dan objek yang dijual terukur. Dia lantas mencontohkan seorang pengusaha ikan. Haram hukumnya menjual ikan yang masih ada di dalam tambak. “kecuali, setelah ditangkap, ditimbang, baru dijual.” Urainya.

Nah, kesepakatan itulah yang membuat drop-shipping tidak melanggar hukum islam. Bahwa si penjual adalah wakil dari supplier dan sepakat untuk menyediakan barang ketika diminta. Soal pengirim yang menggunakan nama penjual, itu tidak jadi masalah. “itu soal teknis, yang penting ada perjanjian antara produsen dan wakilnya.itu bisa milik wakil.” Terangnya.


Dia menambahkan, meski teknologi berkembang cepat, hukum islam tetap relevan untuk digunakan. Jadi, pengusaha muslim tetap harus patuh supaya bisnisnya tidak cacat secara islam. Keberadaan perantara disebutnya membantu asal tidak dilakukan dengan cara yang salah. “perantara harus menjunjung tinggi nilai berdagang. Tidak boleh berbohong, menipu, atau kegiatan tercela lainnya,” tuturnya.